Ledgard: Tonggak Awal Fiksi Fantasi Indonesia

Novel fiksi fantasi karya anak bangsa sendiri mulai banyak bermunculan akhir-akhir ini, dan menurut kabar yang beredar akan bertambah banyak lagi jumlahnya. Di artikel ini akan dibahas novel fiksi fantasi pertama buatan Indonesia.

Ledgard: Tonggak Awal Fiksi Fantasi Indonesia

Judul               : Ledgard; Musuh dari Balik Kabut

Publisher         : C! Publisjing

Format             : Novel

Tanggal rilis     : November 2005

Ledgard: Tonggak Awal Fiksi Fantasi IndonesiaMungkin tidak terlalu up-to-date kalau saya membahas novel Ledgard sekarang ini mengingat novel ini sudah terbit dan beredar di Indonesia sejak enam tahun lalu. Tapi mengingat perkembangan novel fiksi fantasi Indonesia yang semakin marak akhir-akhir ini, tidak ada salahnya kalau saya membahas salah satu novel pelopor genre fiksi fantasi dalam negeri ini.

Sebagai salah satu novel pertama di genrenya, Ledgard bisa dibilang sebagai salah satu yang terbaik bahkan setelah muncul sekian banyak novel-novel lain dengan tema yang serupa. Plot dari Ledgard sebenarnya termasuk salah satu plot umum dalam kisah manapun; seorang pria prajurit dari sebuah desa kecil yang kehilangan desanya akibat serangan musuh, yang kemudian harus menyatukan seluruh dunia dalam upaya mempertahankan tanah air mereka dari musuh tersebut. From zero to hero, begitulah.

Plot yang sederhana dan terbukti tetap mampu menjual kepada banyak kalangan. Ditambah lagi dengan daftar karakter yang sangat beragam dan menarik. Ada Nash si karakter utama yang memang tipikal karakter utama banget; Rhavi, teman Nash yang biarpun keren tapi sudah nasibnya jadi sidekick; Deedek si Centaur yang gampang naik darah, seperti layaknya centaur; Karra yang seorang Felis, manusia separuh kucing. Dan masih banyak lagi.

Keragaman karakter ini juga menegaskan salah satu keunggulan Ledgard, dunia fiksi yang dibangun dengan sangat detail dan matang. Seiring dengan diperkenalkannya karakter-karakter baru dalam cerita, dan juga tempat-tempat baru yang dikunjungi Nash, semakin terasa perbedaan budaya yang sangat jelas antara satu tempat dengan tempat lain. Terutama ketika Nash pertama kali tiba di tempat tinggal bangsa Felis, terasa sangat jauh berbeda dengan Ifarett yang damai dan tenang. Hal yang sama juga berlaku ketika karakter lain tiba di tempat lain juga.

Bukan hanya kota dan pulau saja yang memiliki budaya sendiri, beberapa ras juga memiliki sejarah dan hubungan antar mereka masing-masing yang dijelaskan dan dikembangkan dengan baik. Terasa sekali aspek pengembangan dunia dalam novel Ledgard ini dikembangkan dengan sangat serius. Sayangnya, ada sedikit kelemahan dalam segi ini.

Walaupun sang penulis telah berhasil mengembangkan budaya dan dunia Ledgard dengan sedemikian gemilangnya, ada satu hal yang terasa sangat kurang dikembangkan; sisi Dewa/ Tuhan dalam dunia Ledgard. Walau memang ada sosok Tuhan yang disembah dalam dunia ini, dan ada tanda cukup jelas bahwa ras yang berbeda tetap menyembah Tuhan yang sama, tapi nama atau wujud sang Tuhan ini sama sekali tidak pernah disebutkan sepanjang novel. Bahkan sekedar kuil untuk menyembahnya pun tidak ada!

Hal ini tentu sangat disayangkan sekali. Padahal, kalau ada penjelasan yang lebih banyak lagi tentang Dewa di dunia Ledgard ini akan terasa semakin melengkapi susunan budaya yang sudah sangat kuat di dalamnya. Atau mungkin saja sang penulis memang sengaja membuat sosok Dewa di Ledgard ini terasa penuh misteri?

Selain itu, dari sisi teknik penulisan juga terasa rapi dan lancar, penulis mampu menyajikan setiap adegan dan emosi yang ada di dalamnya dengan sangat baik. Penulisan dialog dan plot juga menarik dibaca dan tidak terasa terlalu dibuat-buat, hanya saja saya merasa ada yang aneh ketika para jagoan berkunjung ke menara para penyihir. Penyihir di sana terasa sangat kuat sekali, bahkan terkesan kuat sampai ke tingkat imba/ broken.

Hal lain yang membuat saya merasa sedikit aneh ketika membacanya adalah strategi perang yang dipakai dalam novel ini. Sebagai sebuah novel fiksi fantasi epik, jelas perang dan pertempuran mengambil porsi yang sangat besar dalam cerita, tapi beberapa strategi perang dalam novel ini terasa kurang efektif.

Seperti strategi untuk melempari kapal terbang dari pihak antagonis dengan batu dari ketapel raksasa. Alasannya karena kapal itu terbang menggunakan sihir, jadi harus diserang dengan sesuatu yang tidak menggunakan sihir agar serangannya lebih efektif. Tapi kalau memang begitu, kenapa tidak menembaki kapal-kapal itu dengan panah api saja?

Serangan panah dari berbagai arah, dengan ratusan jumlah pemanah, tentu akan lebih efektif dibanding serangan satu atau dua buah batu yang hanya datang dari satu arah saja. Ditambah lagi mengumpulkan pasukan pemanah tidak makan waktu dan logistik sebanyak membuat ketapel raksasa. Mungkin penulis sengaja memakai ketapel agar terkesan lebih “keren” ya?

Strategi lain yang terasa janggal adalah, penggunaan serangan tangan dan kaki dalam pertempuran  pedang. Saya tidak tahu apa pendapat orang lain tentang hal ini, tapi menggunakan pukulan dan tendangan sebagai salah satu serangan utama dalam pertarungan pedang terasa sangat bodoh dan berbahaya.

Tidak masalah memang, jika pukulan/ tendangan itu hanya digunakan sesekali untuk menjaga jarak dengan lawan atau sebaai serangan pembuka sebelum dilanjutkan dengan pedang, tapi jika pukulan/ tendangan dilakukan secara terus menerus bukankah justru lebih mungkin si penyerang sendiri tertebas oleh musuhnya? Belum lagi, mengingat musuhnya juga memakai baju baja, sekedar pukulan/ tendangan saja rasanya tidak cukup untuk membunuhnya.

Ledgard ini memang memiliki daftar karakter yang sangat menarik, teknik penulisan yang sudah sangat mumpuni, dan plot serta dasar budaya yang lebih dari cukup untuk membuatnya menjadi serial yang menarik. Sayangnya, letdown terbesar dari buku ini justru terletak pada bagian klimaksnya, sewaktu Nash harus mengalahkan sang “big boss” dan menyelamatkan semua orang.

Setelah semua konflik, drama, dan perselisihan antara Nash dan sang big boss, saya merasa penyelesaian akhir mereka justru jauh dari rasa puas. Sang big boss kalah bukan karena hasil dari usaha Nash, tapi akibat kecerobohannya sendiri. Terus terang saya kecewa, padahal saya mengharapkan pertarungan yang lebih dari itu.

Tapi walaupun begitu, Ledgard tetap saya anggap sebagai salah satu novel fiksi fantasi Indonesia terbaik yang pernah saya baca. Saya sebenarnya ingin merekomendasikannya kepada pembaca sekalian, tapi mengingat usia buku ini rasanya sudah sangat sulit sekali mencarinya di toko buku manapun.Ledgard ini juga rencananya dihadirkan berseri, tapi seri keduanya belum terdengar kabarnya sampai sekarang. Sayang sekali, padahal jika memang seri kedua itu akan muncul, saya tentu akan menantinya. Salah satu alasannya tentu ingin melihat kelanjutan cerita dari sang penulis yang kemampuannya sudah berkembang lebih dari ini.

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU