Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Pada hari Jum'at tanggal 30 Maret lalu, puluhan game developer dan media berkumpul di Hotel Cihampelas 2, Bandung untuk mengadakan konferensi mini. Dalam konferensi mini ini, mereka saling buka-bukaan tentang industri game development di Indonesia yang tengah marak dalam Gedebuk Coy! Pasti seru bukan? Simak liputannya di dalam!

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Apa jadinya jika game developer dari berbagai generasi dan jurnalis dari beberapa media di Indonesia bertemu dan mengadakan konferensi mini? Tentunya suasana di ruang konferensi akan penuh dengan sharing pengalaman, tanya jawab dan juga saling mengenal satu sama lainnya. Hal itulah yang tersaji dalam acara Gedebuk Coy! alias Game Developer Buka-bukaan Coy! yang dihelat di Hotel Cihampelas 2 Bandung pada hari Jum’at tanggal 30 Maret 2012 yang lalu. Dalam acara ini, tercatat lebih dari 33 studio game mengirimkan perwakilan mereka, baik developer yang sudah berpengalaman seperti Altermyth, Toge Productions dan Agate Studio yang membawa pasukan paling banyak, hingga developer baru dan komunitas game developer yang ingin belajar dari acara ini, sebut saja Sleipnir Studio dari Surabaya dan Komunitas Game Developer dari IT Telkom Bandung. Acara ini bukan hanya dimeriahkan oleh puluhan perwakilan dari game developer tersebut, beberapa media juga mengirimkan jurnalis mereka, baik media online seperti Duniaku.net ini dan DailySocial.net, hingga media cetak seperti Pikiran Rakyat, Zigma Omega dan HotGame.

Acara yang sebenarnya dimulai pada pukul 08.00 memang sedikit molor, sehingga baru dimulai pada sekitar pukul 08.45. Namun hal tersebut justru dimanfaatkan dengan baik oleh para peserta untuk saling mengenal satu sama lain dan “mencuri start” dengan langsung melakukan sharing-sharing. Bukan hanya itu, banyak dari mereka (termasuk penulis sendiri..:D) yang sebenarnya sudah saling mengenal di dunia maya melalui berbagai macam jejaring sosial, namun baru bertatap muka pada hari itu. Tepat sekitar pukul 08.45, acara dibuka oleh Yunita Anggraeni, PR dari Agate Studio sekaligus Gedebuk.org. Sesi absensi dilakukan (seperti kembali ke zaman sekolah.. :D), dimana Anggra mulai memanggil satu persatu developer untuk memperkenalkan diri.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Setelah dibuka dengan perkenalan masing-masing peserta dan pembicara, acara dilanjutkan dengan sambutan dari Aditia Dwiperdana, Inisiator dari Gedebuk.org. Dia menjelaskan, Gedebuk adalah sebuah komunitas yang kondusif untuk menjembatani talenta-talenta yang ada di Indonesia, yang sebenarnya memiliki passion yang tinggi dalam dunia pengembangan game namun kurang dapat disalurkan. Dengan adanya Gedebuk, diharapkan para developer game pemula bisa belajar dari yang sudah berpengalaman, serta yang sudah berpengalaman bisa menularkan ilmu dan kiat-kiatnya kepada mereka. Lebih lanjut, Aditia berharap dengan adanya Gedebuk, akan semakin banyak game developer baru yang bermunculan yang bisa meramaikan industri game di Indonesia.

Acara dibuka dengan sesi pertama, yaitu presentasi dan juga kisah sukses dari beberapa developer game besar di Indonesia yang mengangkat topik isu-isu hangat yang saat ini terjadi di dunia pengembangan game di Indonesia. Pembicara dalam sesi ini adalah Teddy Pandu dari Nightspade, Kris Antoni dari Toge Productions, dan Guntur Sarwohadi dari Soybean.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Sesi Pertama: Latest Hot News

Teddy Pandu mengawali sesi ini dengan mempresentasikan sebuah tema Investasi untuk Game Development. Dia membeberkan pengalaman Nightspade saat memperoleh investasi dari East Ventures. "Investor lebih tertarik pada founder yang komitmen menjalankan bisnis, bukan yang sekadar mendirikan bisnis untuk kemudian exit," tegasnya. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa saat ini para investor sudah mulai melirik para developer game di Indonesia, sehingga para game developer tidak perlu susah-susah mencari investor.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Untuk selanjutnya, giliran Toge Productions. Dalam acara ini, Toge Productions membawa cukup banyak pasukannya, termasuk CEO Kris Antoni yang mendapatkan kesempatan presentasi di giliran kedua setelah Teddy Pandu. Dalam kesempatan kali ini, Kris Antoni sekilas mempresentasikan game-game mereka, mulai dari Planetary Conflict yang berhasil meraih penghargaan Best Multiplayer Game dalam Flash Gaming Summit 2011, hingga yang paling baru, Reich of Darkness yang sayangnya terpaksa untuk sementara ditarik dari pasar karena mengangat tema yang terlalu sensitif. Tema yang terlalu sensitif inilah yang menjadi highlight dari presentasinya, dan dia berpesan kepada para game developer untuk berhati-hati jika ingin mengusung tema yang sensitif untuk beberapa kalangan tertentu.

Game-game selanjutnya akan mereka rilis juga dipresentasikan, mulai dari Infectonator 2 yang saat ini sudah masuk tahap beta, hingga Lords of Vandaria, sebuah game yang berlatar belakang dunia Vandaria yang saat ini masih dalam tahap pengembangan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Vandaria adalah salah satu IP besar di Indonesia, sehingga hal tersebutlah yang mendorong Toge untuk membuat game bertema Vandaria untuk mendukung dan melestarikannya.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Kiat-kiat juga tak lupa diberikan oleh Kris Antoni, mulai dari game developer yang harus tampil beda yang bisa menjadi trademark sehingga bisa terus diingat orang, pentingnya untuk mewadahi dan memberikan perhatian kepada fanbase, hingga berhati-hati saat akan mengangkat sebuah tema yang sensitif untuk kalangan tertentu.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Dalam kesempatan selanjutnya, giliran Guntur Sarwohadi dari Soybean memberikan presentasinya. Dalam presentasinya, pertama kali Guntur memperkenalkan game yang tengah dalam tahap beta untuk Facebook, Hunter Story. Dia juga menjelaskan kisah-kisah dibalik pengembangan game ini, salah satunya adalah pembangunan server yang dipisah-pisah untuk database dan game itu sendiri, serta pentingnya sebuah beta testing dalam pengembangan sebuah game.

Untuk kiat-kiat yang diberikan kepada para developer game, dia menjelaskan bahwa dalam membuat sebuah game penting untuk memperhatikan pasar mana yang kita target. Lebih baik, kita menarget sebuah pasar tertentu (niche) daripada menarget pasar yang lebih umum. Membuat satu game untuk semua orang bisa membahayakan game itu sendiri, karena bisa merusak kualitas dan juga pengembangan yang kurang terarah.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Sesi Kedua Diskusi Panel Power of Local Content: Pentingkah Unsur Lokal dalam Sebuah Game?

Sesi selanjutnya adalah diskusi panel yang menghadirkan tiga perwakilan game developer yang tengah mengembangkan game dengan mengangkat unsur lokal yang cukup kental, antara lain Ivan Chen dari Anantarupa Studio, Eko Nugroho dari Kummara dan Ricky Nuriadi dari Amulet Studio. Dalam diskusi panel yang dimoderatori oleh Frida Dwi atau yang dikenal dengan panggilan Ube dari Agate Jogja, diskusi ini berlangsung sangat meriah dan interaktif. Para narasumber memberikan berbagai macam pendapatnya dengan gaya yang kocak, terutama Eko Nugroho yang awalnya sempat “kebingungan” saat menjawab pertanyaan moderator, namun nyatanya kebingungan tersebut justru mencairkan suasana dan membuat tawa seisi ruangan meledak.

Diawali dari Ivan Chen. Dia mengungkapkan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki kisah sejarah yang tidak kalah hebat dari sejarah dari luar seperti Romance of Three Kingdom. Hal itulah yang membuat dia tertarik untuk mengangkat kisah sejarah Majapahit dalam game Majapahit Online yang tengah dikembangkannya. Banyak kendala yang dia temui saat mengembangkan game ini, mulai dari sulitnya mencari sumber sejarah yang sudah terpencar hingga ke luar negeri seperti di Leiden, Belanda, hingga banyaknya waktu yang terkuras hanya untuk mempelajari kitab-kitab kuno yang menggunakan bahasa Kawi.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Lebih lanjut dia mengatakan, bahwa saat ini untuk mencari sebuah tema yang benar-benar Indonesia susah dicari. Oleh karena itu, ada baiknya para developer yang ingin mengangkat konten lokal dalam game-nya, mempertimbangkan untuk menggabungkan konten lokal dengan pop culture sehingga mudah diterima dengan masyarakat. Dia mencontohkan Gundam dari Jepang, yang aslinya adalah manifestasi dari sejarah Samurai di Jepang, namun dikemas dengan bentuk robot-robot sehingga menarik dan terkesan modern.

Eko Nugroho dari Kummara memiliki pendapat lain yang tidak kalah menarik. Dia mengatakan bahwa unsur lokal dalam sebuah game tidak terlalu penting, yang lebih penting adalah nilai positif yang dibawa oleh unsur tersebut. Nilai positif dengan mengangkat konten lokal boleh, nilai positif dengan mengangkat konten lain juga tidak masalah. Nilai positif inilah yang menjadi daya tarik dan keunikan utama dari game tersebut.

Dia mencontohkannya saat membuat game Punakawan. Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Cemot memang dari “bungkusnya” tidak menarik, karena ada yang hidungnya panjang, perutnya buncit dan lain sebagainya. Namun, nilai positif dari Punakawan ini bisa menjadi keunikan tersendiri, dimana Punakawan adalah manifestasi dari dewa-dewa yang turun ke bumi. Dewa yang sebenarnya sangat rupawan dan punya kekuatan di dunianya, ketika turun ke bumi berubah wujud menjadi Punakawan yang kurang dari segi fisik dan bertugas hanya untuk menjadi pelayan manusia. Hal ini membawa nilai positif yang tersirat, bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita harus tolong menolong sesama manusia, tanpa harus memperhatikan kondisi fisik, kemampuan dan memandang golongan.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy!

Yang terakhir, Ricky Nuriadi dari Amulet Studio memiliki pendapat yang unik. Di satu sisi dia sangat mendukung pernyataan Ivan Chen dengan menambahkan, "Kita masih dalam perjalanan membentuk apa yang nantinya bisa disebut orang sebagai sesuatu yang 'Indonesia banget’”. Namun di sisi lain, dia juga tidak memungkiri bahwa membuat konten lokal dengan aroma yang “Cool” alias keren juga mutlak dibutuhkan. Karena ada beberapa orang termasuk dirinya yang sangat mengagumi sesuatu yang tampak “cool” dari luar, sebelum mencari tahu seberapa keren konten yang ada di dalamnya.

Untuk itu, dalam menggarap Amarta Online, dia ingin menggabungkan unsur lokal dengan sedikit tambahan pop culture ala MMORPG lainnya. Sedikit menambahkan, dia mengatakan bahwa membuat sebuah game adalah tak ubahnya bermain game fighting. Kita sudah memiliki jurus-jurusnya, tinggal bagaimana kita memainkannya untuk menghasilkan kombo yang mematikan. Begitu pula dengan mengembangkan sebuah game. Kita sebenarnya sudah memiliki “senjata” alias konten yang cukup banyak, tinggal bagaimana kita meramunya menjadi sebuah “kombo” alias game yang benar-benar bagus.

Setelah dua sesi, acara dihentikan sementara untuk menjalankan Sholat Jum’at dan makan siang. Rupanya saat makan siangpun dimanfaatkan bagi para developer untuk sharing satu dengan lainnya. Salah satunya bisa kamu lihat dalam gambar dibawah, dimana Jonathan Manuel Gunawan dari Toge Productions, tengah serius berdiskusi dengan Eldwin Viriya dari Own Games mengenai bagaimana perkembangan teknologi dan market dari game mobile. Sepertinya Toge Productions tengah bersiap-siap untuk memasuki pasar mobile!

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Ssst, saya juga ikut nimbrung diskusi mereka lho, dan di akhir diskusi om Jonathan menunjukkan hasil porting game Reich of Darkness ke dalam mobile melalui tablet PC yang dibawanya. Keren!

Sesi Ketiga: Future Trends dalam Industri Game

Acara dilanjutkan pada pukul 13.30, dimana sesi kali ini menghadirkan beberapa pembicara yang akan mempresentasikan tema Future Trends dalam dunia pengembangan game di Indonesia. Sesi kali ini menghadirkan Dien Wong dari Altermyth Studio, Wilson Tjandra dari Mintsphere, Wimindra Lee dari Agate Studio, dan Anton Budiono dari Storm Idea.

Dien Wong memulai sesi dengan kisah sukses mereka saat mendapatkan kepercayaan dari Square Enix untuk mentranslasikan Final Fantasy Android ke dalam Bahasa Indonesia. Dia menuturkan bahwa sudah banyak publisher luar negeri yang melirik Indonesia bukan hanya sebagai sebuah pasar yang besar, namun juga sebagai salah satu sumber daya yang berpotensi besar. Bahkan, dia sedikit mengisahkan bagaimana awalnya Square Enix datang ke Indonesia bukan hanya mempelajari pasar, melainkan juga mempelajari kultur dan juga mencari sumber daya untuk mengembangkan game mereka. “Kita tidak perlu takut dengan hadirnya mereka. Masuk ya masuk saja. Biarlah dengan uang mereka kita bangunkan pasar untuk mereka. Sepuluh tahun lagi, kita bisa berdiri di atas kaki kita sendiri," yakinnya.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Lebih lanjut dia memprediksikan bahwa mobile gaming akan terus melesat dalam beberapa tahun ke depan, dan konsol akan terus menurun. Selain itu, dia menuturkan bahwa dengan masuknya Square Enix ke Indonesia, hal tersebut bisa menjadi penggerak publisher lain untuk melakukan hal serupa. Katanya sih, dengar-dengar Capcom juga tertarik untuk melakukan studi dan penetrasi ke Indonesia mengikuti jejak Square Enix lho!

Setali tiga uang dengan Dien Wong, Wilson Tjandra juga mengutarakan analisis serupa bahwa mobile gaming akan berkembang dengan pesat beberapa tahun mendatang. Hal tersebutlah yang mendorong Mintsphere untuk menjalankan strategi multiplatform dalam game yang pernah mereka kembangkan, Trigger Knight. Setelah versi web game-nya sukses, pada awal tahun ini mereka pun melakukan porting ke iOS dan Android dengan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, dia juga menjelaskan beberapa game yang tengah dikembangkan Mintsphere, salah satunya adalah Majapahit Online yang dikembangkan bersama-sama dengan Anantarupa Studio.

Dia juga menjelaskan tantangan jika mengembangkan game untuk multiplatform, salah satunya adalah masalah kompatibilitas. Jadi programmer yang ingin membuat game untuk multiplatform harus mempertimbangkan terlebih dahulu apakah game mereka mudah atau tidak di-porting ke platform lain. Jangan sampai waktu kita habis untuk melakukan re-code alias coding game ulang. Bukan hanya itu, dia juga memberikan saran bagi para developer yang ingin melakukan porting game ke platform lain untuk memberikan sedikit “bumbu” atau “camilan” yang sedikit membedakan dari versi sebelumnya.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Wimindra Lee dari Agate mendapatkan giliran selanjutnya. Dalam kesempatan kali ini, dia membeberkan tentang rencana Agate Studio yang akan merilis platform Gempon untuk mobile. Gempon atau yang merupakan singkatan dari “Gem Henpon” (dan disambut gelak tawa para peserta.. :D) adalah sebuah mobile social platform game yang menggunakan browser sebagai platform utama. Cara kerja dari Gempon ini sendiri mirip dengan portal game seperti Mobage atau Gree di Jepang, dimana para developer membuat sebuah web based game, kemudian mendaftarkannya di Gempon. Nah karena menggunakan platform web, maka feature phone (aka ponsel Java) pun bisa menikmati platform ini, dengan satu syarat, dalam ponsel tersebut sudah memiliki web browser dan memiliki kapabilitas untuk GPRS.

Untuk memuluskan rencana ini, dia juga menuturkan sudah melakukan pembicaraan dengan beberapa operator seluler untuk memudahkan pembayaran konten-konten premium di dalam game. Yang dibutuhkan developer game hanyalah mengembangkan sebuah game menggunakan platform web (seperti PHP) lantas mendaftarkannya ke Gempon. Menurut rencana, Gempon akan dirilis pada Juni 2012 dengan lima game awal dari Agate Studio, termasuk Monster League yang sebelumnya sudah meraup sukses ketika disematkan dalam platform chatting Mig33.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Dan di kesempatan terakhir, Anton Budiono dari Storm Idea mulai memberikan presentasi singkatnya. Selain memprediksikan bahwa mobile gaming akan terus melesat, dia juga menuturkan di masa depan akan lebih banyak lagi investor yang akan masuk ke Indonesia. Jadi untuk para developer, bersiap-siap saja dengan membikin sebuah game yang bagus, dan biarkan game tersebut yang akan menarik pihak investor tanpa kita harus susah-susah mencari investor kesana kemari.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Sesi Keempat : Diskusi Panel Buka-Bukaan antara Media dengan Game Developer

Sesi diskusi kedua dan yang terakhir menghadirkan beberapa perwakilan dari media untuk buka-bukaan mengenai apa yang sebenarnya terjadi di meja redaksi terkait dengan pemberitaan game lokal yang semakin gencar. Diskusi ini menghadirkan Wicak Hidayat selaku Editor Kompas Tekno, Deni Yudiawan selaku Asisten Redaktur Pikiran Rakyat, dan dimoderatori oleh Wiku Baskoro dari DailySocial.net.

Dalam kesempatan kali ini, mereka memiliki keinginan game developer Indonesia bisa menjadi industri yang layak diberitakan, dengan news value sebesar berita-berita industri kreatif dunia lainnya. Deni Yudiawan menyarankan para Game Developer untuk menjalin relasi yang baik dengan para jurnalis media untuk saling memudahkan dua belah pihak, pihak media lebih mudah dalam memberitakan game mereka, dan pihak developer mudah untuk mempromosikan game yang baru saja mereka rilis. Wicak Hidayat menambahkan, relasi sangat penting terus dijalin dengan baik, meskipun press release yang sudah dikirimkan ke media tersebut tertunda penayangannya atau bahkan tidak dimuat sama sekali. “Hal tersebut terjadi karena kurangnya news value dari berita tersebut”, tutur Wicak yang juga disetujui oleh Deni.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Terkait dengan penundaan atau bahkan tidak ditayangkannya sebuah press release sebuah game, Wicak Hidayat memiliki analisis menarik. Salah satunya, penundaan berita ditayangkan adalah karena wartawan kurang mengerti tentang game tersebut, bisa dikarenakan press release yang kurang lengkap, atau juga tidak memiliki device untuk mencoba game tersebut. Wicak juga mematahkan mitos yang beranggapan, bahwa sebuah game yang ingin diulas di media harus membayar. “Kalau membayar itu namanya iklan, dan itu hubungannya dengan marketing, bukan dengan jurnalis”, sanggahnya yang disambut dengan gelak tawa peserta.

Lebih lanjut, mereka juga menegaskan bahwa press release sebaiknya ditulis dengan baik, serta disesuaikan dengan target media. “Jadi, mulailah membuat press release yang memenuhi unsur kelengkapan berita, yang mencakup 5W + 1H (What, Why, Where, Who, When dan How) seperti game apa, siapa yang bikin, tersedia di mana, kapan rilis, latar dibalik game ini dan unsur permainannya seperti apa,” tutur Wicak Hidayat. "Jangan kapok kalau press release tidak dimuat. Bahkan berita yang ditulis wartawan pun bisa tidak dimuat kok," kata Deni Yudiawan, disambut tawa peserta. “Terus yang penting lagi soal press release adalah memperhatikan media yang bersangkutan. Akan lebih baik kalau yang dilakukan adalah pendekatan daripada sekadar email blast,” papar Wicak Hidayat.

Sesi Bonus.. :D

Gedebuk Coy! kemudian ditutup oleh Arief Widhiyasa, CEO Agate Studio. Dia memberikan banyak tips menarik seputar pengembangan game, mulai dari marketing dan sales, manajemen dan leadership, finance, bahkan trik negosiasi. Yang paling layak dikutip adalah tentang legalitas. "Kalau teman-teman (game developer) ingin serius mengembangkan game, daftarkan studio teman-teman secara legal. Semakin tinggi kita (sukses), semakin kencang angin (masalah) yang menerpa, termasuk masalah legal seperti HAKI, klien yang susah membayar, atau pailit. Kalau kita berbadan hukum, setidaknya hukum di Indonesia akan melindungi kita," jelasnya.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Selain itu, salah satu hal yang harus digaris bawahi adalah tentang perbedaan antara Management dan Leadership. Dia menuturkan, Management adalah sebuah konteks untuk mengatur sebuah objek dalam bentuk barang, bukan manusia. Jadi untuk mengatur manusia, diperlukan Leadership bukan management. Sedangkan untuk trik bernegosiasi, dia berpesan agar sebelum bernegosiasi kita harus mengerti kekuatan dan kelemahan diri kita sendiri dan juga lawan. Serang kelemahan lawan dengan kekuatan yang kita miliki, dan apabila kelemahan kita diserang, maka kita harus membalasnya dengan kekuatan yang kita miliki untuk menyerang balik kelemahannya.

Di akhir presentasinya, dia juga menunjukkan sebuah materi presentasi tentang besarnya industry game di dunia, dan juga mengajak semua developer untuk sama-sama membangun dunia pengembangan game di Indonesia.

Acara berakhir pada pukul 18.30 dengan ditutup penyerahan cendera mata dari pihak panitia kepada para pembicara, dan juga para peserta dengan pertanyaan terbaik.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Penghargaan juga diberikan kepada studio dengan domisili terjauh yang datang, Sleipnir Studio dari Surabaya. Febrianto Arif (namanya mirip..:D) mendapatkan sebuah boneka Mla Chan (maskot Agate Studio) yang diberikan langsung oleh Dian Ara, Fans Manager dari Agate Studio.

Ssst, saya sebagai media dengan domisili terjauh juga mendapatkan satu Mla Chan lho, yang diberikan langsung oleh pembawa acara.. :D

Dan pada akhirnya, acara resmi ditutup dengan sesi foto bersama semua peserta, panitia dan pembicara dalam Gedebuk Coy! Semoga kebersamaan ini terus berlanjut untuk memajukan industri pengembangan game dalam negeri dan juga akan semakin banyak acara serupa dan lebih rutin diselenggarakan di kota-kota lainnya.

Game Developer dan Media Buka-Bukaan Seharian dalam Gedebuk Coy![/caption]

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU