Review Unbroken: Satu Lagi Biopik Keren Setelah The Imitation Game!

Film ini berat, artikel ini juga hampir sama beratnya.

Review Unbroken: Satu Lagi Biopik Keren Setelah The Imitation Game!

Review Unbroken: Satu Lagi Biopik Keren Setelah The Imitation Game!

Walau Unbroken melibatkan penindasan serta dihiasi warna indah dan kelam di setiap adegannya, film ini terasa kurang menggigit.

Film ini berakhir dengan biasa-biasa saja dan menjadi suatu kekurangan. Tak ada kejelasan pada tiap adegannya dan pergerakan plot yang terlalu cepat. Hanya satu kesalahan bagi saya pribadi, yaitu tidak adanya petunjuk waktu setiap adegan berlangsung. Ini membuat apa yang ingin disampaikan sang sutradara kurang terlaksana dalam pengeksekusiannya. Hingga para tahanan perang bersorak sorai menjadi kurang emosional ketika mengetahui Jepang telah kalah dalam peperangan.

Sinopsis

Diangkat dari novel karya Laura Hillenbrand berjudul Unbroken: A World War II Story of Survival, Resilience, and Redemption. Film ini menceritakan tentang perjuangan hidup Louis Zamperini (Jack O'Connell). Zamperini yang merupakan atlet juara Olimpiade bergabung dengan angkatan udara Amerika Serikat di tahun 1941. Saat perang berkecamuk di pasifik, pesawat Zamperini tertembak pasukan Jepang dan jatuh ke laut. Selamat dari serangan itu, Zamperini dan kedua temannya terombang ambing selama 47 hari di sebuah rakit. Ditangkap dan disiksa oleh tentara Jepang di sebuah kamp khusus yang memperlakukan tahanan perang sangat kejam.

Review

Adegan demi adegan penyiksaan manusia di atas manusia menciptakan perasaan yang humanis, menunjukkan sisi lain manusia yang terkadang bisa seperti tidak memiliki rasa simpati saat menyiksa manusia lainnya, tapi tidak sayangnya diikuti dengan motivasi tokoh yang kuat. Selain itu, sepanjang film ada beberapa kilas balik yang menceritakan kejadian ketika Louie menjadi atlit olimpiade. Namun hal ini malah jadi bumerang bagi film ini, karena  menceritakan tentang bagaimana seorang atlit Olimpiade menjadi tentara. Tokoh utama sendiri terlihat masih satu dimensi dan kurang hidup dengan berkutat di satu penyiksaan ke penyiksaan lainnya dan terus saja bertahan. Nasibnya yang disiksa terus menerus membuatnya kehilangan nilai kemanusiaan.

Biarpun film ini memiliki kekurangan-kekurangan yang telah saya sebut tadi, penceritaan dengan pergerakan plot yang terlalu cepat ini tergolong mengalir dan enak diikuti. Saya acungi jempol untuk Jack O'Connell dan Miyavi yang berperan sangat baik sebagai Louie dan Bird. Kedua berakting dengan sangat bagus sampai-sampai ekspresi keduanya sangat kental seperti pemain teater. Belum lagi penataan suaranya serta sinematografi yang ditangani oleh orang-orang yang handal di bidangnya. Sang sutradara berhasil membuktikan dirinya adalah sutradara wanita yang setara dengan sutradara pria. Dari dua film hasil besutannya saya belum bisa menilai terlalu jauh, namun jelas sang sutradara punya bakat untuk membuat film-film yang luar biasa.

Kesimpulan

Film ini memiliki banyak kelebihan ketimbang kekurangannya namun jika dibanding dengan The Imitation Game, film ini masih terasa ringan dan kurang menggigit. Seharusnya film ini bisa mengangkat sisi lain tokoh utama yang terdapat pada bukunya untuk mengatasi tokoh utamanya yang satu dimensi. Hal tersebut bisa saja menambah nilai lebih pada film ini. Dengan melihat perjuangan tokoh utama dalam film ini, saya tetap merasa tersentuh walau kurang terasa emosional.

Film ini dapat menjadi tontonan yang menarik. Jika harus memberikan nilai, maka saya akan memberikan nilai 7/10 pada Unbroken.

[read_more link="http://www.duniaku.net/2015/02/16/putri-ras-al-ghul-di-the-dark-knight-rises-ikut-main-di-film-assassins-creed/" title="Putri Ra’s Al Ghul di The Dark Knight Rises Ikut Main di Film Assassin’s Creed!"]

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU