Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol

Dari Tobat Ngidol sampai Nothing, Cantina Collective Party adalah circle dengan karya nyentrik dan nyeleneh! Simak ulasan karya lokal Duniaku.net satu ini!!

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Sumber: Utsuru[/caption]

Masih ingat acara pop culture terbesar di Indonesia? Pada kesempatan kali ini, Kontributor Duniaku.net akan mengulas hasil karya dari Cantina Collective Party, lingkarkarya yang sempat unjuk gigi pada event Popcon Asia 2017 Agustus kemarin!

Popcon Asia 2017 kemarin bisa dibilang amat menarik. Selain kedatangan banyak bintang tamu, yang menarik di acara kemarin adalah munculnya Creator’s Alley sebagai ajang tampilnya para kreator lokal, baik yang amatir maupun yang sudah profesional! Ada banyak lingkar kreator yang sempat unjuk gigi di Popcon dan menunjukkan berbagai macam hasil karya mereka. Kontributor Duniaku.net pun sempat meliput suasana Creator’s Alley di Popcon 2017.

[read_more id="323980"]

Kali ini, Kontributor Duniaku.net akan mengulas karya dari lingkarkarya yang sempat masuk dalam liputan kemarin: Cantina Collective Party. Cantina Collective sendiri adalah sebuah lingkar ilustrator dan desainer grafis. Jadi kalau ditanya soal estetika visual, tak perlu diragukan lagi.

[duniaku_baca_juga]

 

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Sumber: Utsuru[/caption]

Meski nampak nyentrik dan nyeleneh, salah satu komik karya Cantina Collective sempat masuk nominasi penghargaan di acara Merlion Animation Week 2016, lho!

Kontributor sendiri mendapatkan tiga buah karya untuk diulas. Yang pertama, ada komik Tobat Ngidol karangan Dimas Vloekk. Lalu, ada Nothing karya Eleonora dan Bagussatya. Dan yang terakhir namun tak kalah menarik adalah majalah kecil bersampul merah dengan judul Little Red Zine.

Nah, mari kita mulai ulasannya!

[duniaku_adsense]

 

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Sumber: Utsuru[/caption]

Fisik

Bahasan pertama dalam ulasan ini adalah fisik dari buku itu sendiri. Memang ada istilah bahwa jangan menilai buku dari penampilannya. Buku bersampul bagus tidak menjamin isinya akan sama bagus, dan sebaliknya. Meski begitu, kita tak bisa menampik buku dengan fisik bagus akan berbanding lurus dengan kualitas kertas dan daya tahannya, yang mempengaruhi kenyamanan membaca.

Bila disentuh secara langsung, dapat dirasakan bahwa kertas yang digunakan bukan sembarang kertas. Lembaran yang cukup tebal dipadu dengan toner printer laser memberikan kombinasi tekstur yang mulus namun kokoh. Tidak banyak buku dengan kualitas kertas seperti ini dijual dengan harga yang amat miring. Pada Popcon 2017 kemarin, Cantina Collective memasang harga Rp 20.000 untuk Tobat Ngidol dan Nothing, sementara Little Red Zine dibanderol seharga Rp 10,000!

Secara ukuran pun, tiga karya ini sangat ekonomis, tidak makan banyak tempat. Bahkan Little Red Zine bisa masuk saku kemeja atau jaket kalian, cocok bila butuh hiburan saat tidak ada akses smartphone dan komputer!


Lho, mana ulasan isinya? Ulasan isi selengkapnya tentu saja ada di halaman 2, jadi jangan pergi dulu dan klik halaman selanjutnya!

Setelah kita menilik kualitas fisiknya, mari kita beralih pada isi dari karya-karya Cantina Collective! Pertama-tama kita mulai dari komik Tobat Ngidol buatan Dimas Vloekk.

[duniaku_baca_juga]

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Judulnya asik banget! Sumber: Dokumen Pribadi[/caption]

Tobat Ngidol

Tobat Ngidol adalah sebuah cerita tentang seorang remaja bernama Alfredo Satria alias Edo. Anak lelaki yang masih sekolah SMA ini berasal dari keluarga mapan, namun ia cenderung menyendiri. Keadaan ibu bapaknya yang sibuk bekerja tak membuat hidupnya lebih baik.

Konflik cerita sendiri dimulai dari Edo yang habis dipukuli seorang lelaki macho bernama Zaki karena kedekatannya dengan seorang gadis bernama Rani yang merupakan teman masa kecilnya. Perundungan fisik ini membuat Edo jadi makin menyendiri karena ia tak punya teman di sekolah selain Rani.

Terlalu lama sendiri bisa membuat orang depresi. Dan setiap orang mencari berbagai cara agar lepas dari depresi, dan Edo berhasil lepas dari depresi karena ia bertemu dengan grup Idol dengan nama HOPE. Sejak bertemu dengan HOPE dan tertarik pada salah satu Anggota-nya, Hidup Edo pun berubah.

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Cuplikan cerita Tobat Ngidol. Edo sang protagonis menemukan kembali harapan hidupnya. Sumber: Dokumen Pribadi[/caption]

Perubahan seperti apa yang terjadi pada hidup Edo? Dan apa yang membuat buku ini judulnya Tobat Ngidol? Kontributor simpan jawabannya karena nanti tidak seru kalau tidak dibaca langsung.

[duniaku_adsense]

Secara garis besar, baik konsep cerita, plot, maupun karakter-karakter yang ada di Tobat Ngidol sudah sangat jelas dan sangat berhubungan dengan kehidupan Idol Group dan Wota, sebutan untuk para fans Idol Group. Kritik sosial terhadap budaya Wota maupun dunia Idol Group itu sendiri cukup vokal, dan bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Secara visual pun, Tobat Ngidol disajikan dengan apik. Semi-realisme yang digabung gaya je-jepang-an berkearifan lokal dijamin tidak akan membuat kalian menyesal membeli buku yang ditambah bonus stiker, pin-up dan foto ukuran postcard ini.

Ditambah lagi, cerita dalam buku ini adalah cerita bagian pertama. Jadi tentu saja akan ada kelanjutan dari Tobat Ngidol. Kapan? Hanya waktu dan sang pengarang yang bisa menjawab.


Masih ada dua karya untuk diulas, jadi cek halaman selanjutnya!

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Sekilas terlihat seperti iklan promosi band indie. Tapi kontributor jamin ini buku cerita bergambar. Sumber: Dokumen Pribadi[/caption]

Halaman ini akan membahas (majalah) komik karya Eleonora dan Bagussatya yang bersampul merah dan dijilid dengan lakban kertas.

[duniaku_baca_juga]

Nothing (Zine)

Nothing adalah sebuah (majalah) komik yang bercerita tentang perjuangan sebuah band indie yang berawal dari nothing alias nol. Tidak ada banyak penjelasan dan dialog, karena dalam komik ini yang berbicara adalah gambarnya, ditambah sebuah monolog yang menarasikan emosi dan perasaan narator mengenai perjuangan tersebut.

Nilai plus dari Nothing adalah estetika desain yang diperhatikan dengan seksama. Meskipun kualitas gambarnya yang terkesan asal jadi, narasi yang menggugah emosi bisa menyatu dan memberikan gambaran yang sesuai dengan tema Nothing: Kesedihan.

Namun bagi anda yang tidak tahan dengan warna merah yang mencolok, anda akan sedikit kesulitan menikmati buku ini karena kertas yang warna dasarnya merah terang. Meski begitu, perpaduan dengan warna hitam membuat Nothing tidak terlalu membuat mata lelah, meski terkesan monoton. Namun Nothing (Zine) ini dijamin membuat anda nothing to regret karena isinya mempunyai pesan yang cocok bagi anda-anda yang galau berkepanjangan.

[duniaku_adsense]

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Ini daftar isi Little Red Zine. Sumber: Dokumen Pribadi[/caption]

Little Red Zine

Buku kecil ini adalah karya terakhir yang akan diulas oleh Kontributor. Majalah ini ukurannya sangat kecil dan bisa masuk ke dalam saku, sesuai judulnya. Majalahnya juga tipis dan hanya beberapa halaman saja. Beda dengan Nothing, karya yang satu ini menggunakan warna kuning sebagai warna dasar halamannya. Jadi hanya sampulnya saja yang berwarna merah.

Isinya sendiri cukup variatif untuk kategori majalah kecil yang hanya belasan halaman saja. Mulai dari berbagai macam gambar, foto, puisi, bahkan ada artikel kecil yang unik karena diselipkan puisi yang kertasnya transparan, sehingga orang-orang terpaku pada puisinya terlebih dulu dibandingkan membaca artikel yang spasinya berhimpitan.

Secara keseluruhan, Little Red Zine adalah sebuah bacaan santai yang sangat singkat, padat, dan sarat dengan hiburan dan pesan-pesan terselip yang entah disengaja atau tidak. Kalaupun isinya hanya sebuah ketidakjelasan yang disulap sedemikian rupa, ketidakjelasan tanpa muatan Little Red Zine adalah ketidakjelasan yang membuat penasaran karena memiliki daya tarik tersendiri meski dibatasi oleh keterbatasan ruang dan warna.

Setelah mengulas semua karya dari Cantina Collective, tibalah saatnya untuk penentuan! Bagaimana keputusan dan penilaian akhir dari Kontributor setelah mencicipi karya-karya ini?

Setelah penerawangan yang cukup panjang, akhirnya Kontributor bisa memberikan pandangan dan penilaian yang menyeluruh. Mari kita simak bagian akhir dan bagian paling penting dari ulasan ini!

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Karya-karya Cantina Collective Party. Sumber: Dokumen Pribadi[/caption]

Penilaian Akhir

Cantina Collective Party bagai item gacha Super Rare di antara kumpulan item Normal dan Rare. Mereka memang tidak berada di urutan kualitas superior, namun kontributor bisa berkata bahwa lingkarkarya yang satu ini tidak perlu diragukan lagi. Soal desain dan presentasi visual yang estetis, anak-anak Cantina Collective mampu memberikan yang terbaik. Satu di antara yang lainnya.

[duniaku_baca_juga]

Secara substansial alias muatan nilai pun, tak disangka bahwa karya-karya ini punya nilai intrinsik yang sangat bagus. Dari Tobat Ngidol, Nothing, sampai ke Little Red Zine, ada pesan-pesan subliminal yang bisa ditemukan bila anda cukup jeli. Sesuatu yang tidak selalu disampaikan dalam sebuah karya.

Ulasan Karya: Cantina Collective Party dan Tobat Ngidol Pin-up Tobat Ngidol. Sumber: Dokumen Pribadi.[/caption]

Walau begitu, yang perlu digarisbawahi di sini adalah: Presentasi dari Cantina Collective amat bermakna hanya bagi kalangan orang-orang yang mengerti, atau setidaknya tahu dunia indie. Meski Tobat Ngidol bisa dimengerti oleh kalangan luas, Nothing dan Little Red Zine belum tentu dapat dipahami, apalagi oleh orang-orang yang awam dengan estetika.

[duniaku_adsense]

Itu bukan hal yang serta-merta jadi sebuah minus. Memang tidak semua orang bisa memahami seni selayaknya Van Gogh dan Picasso. Esensi aliran Avant-garde yang menyerempet Dadaisme dalam Nothing dan Little Red Zine pun hanya akan dipahami sebagian orang saja. Namun itu bukan sebuah kesalahan, karena bagaimanapun pesan yang hendak disampaikan, interpretasi pembaca karya lah yang menentukan.

Sehingga, kita bisa sama-sama setuju bahwa harga 20 ribu dan 10 ribu untuk menjual karya adalah sebuah upaya agar sebuah karya bisa dinikmati oleh khalayak luas. Bukan sebuah pesan subliminal bahwa “Seni itu Murah” apalagi usaha mengkritik seni sebagai hiburan kalangan borjuis.


Akhir kata, meski memakai presentasi visual yang berani dan tidak umum, bisa dikatakan bahwa Cantina Collective memiliki banyak potensi untuk berkembang dan bisa menjadi pekarya yang lebih baik lagi.

Dan dengan demikian, ulasan karya Cantina Collective Party pun selesai. Semoga ulasan ini bermanfaat dan memberikan kita perspektif baru dalam dunia pekarya independen dan amatir. Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya.

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU