Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now

Ini baru filmnya kids zaman now!

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: FHM[/caption]

Film terbaru dari sutradara Upi ini menantang generasi lain khususnya orang tua untuk memahami kids zaman now. Simak seperti apa dalam review My Generation berikut!

“Every generation imagines itself to be more intelligent than the one that went before it, and wiser than the one that comes after it.” – George Orwell

Setiap generasi membayangkan dirinya lebih cerdas daripada generasi sebelumnya, dan lebih bijak dari generasi setelahnya.

Kamu semua yang penggemar berat Kak Seto pasti tahu dari mana asal usulnya frasa “kids zaman now”. Thanks buat memelord-memelord di luar sana. Tidak indikator yang jelas dan resmi siapa kids di situ. Tetapi konsensus di kita-kita pegiat media sosial, mereka adalah anak atau remaja yang kalau boleh diberi label, Generasi Z.

[duniaku_baca_juga]

Generasi Z ini hidup bersama internet sedari kecil, beda dengan generasi sebelumnya, milenial berkembang dalam masa sebelum internet dan sesudah internet. Rentang umurnya beragam, ada yang bilang 1996 hingga 2009 dan atau mereka yang lahir pascatahun 2000.

Mereka-mereka ini punya karakter yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Well, setiap generasi punya karakter yang berbeda, entah itu generasi Baby Boomer atau Generasi X. Tapi sebelum masuk lebih lanjut ke dalam review My Generation ini, ada baiknya baca sinopsisnya dulu.

Sinopsis

Zeke (Bryan Langelo), Orly (Alexandra Kosasie), Konji (Arya Vasco), dan Suki (Lutesha) adalah sahabat yang kental banget. Mereka lahir dari keluarga berada sehingga punya cukup fasilitas materi untuk aktualisasi diri.

Mereka ini sangat kritis terhadap otoritas yang mereka anggap membelenggu, seperti guru dan orang tua. Mereka bikin video di Youtube dan menumpahkan unek-uneknya. Gara-gara video itu, mereka disidang dan dihukung enggak bisa berangkat liburan ke Bali oleh orang tuanya.

Tapi ya namanya juga remaja, ada saja kelakuannya kalau dikekang. Simak kelanjutan review My Generation di bawah ini.

Gen Z yang Berbeda

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: BookMyShow[/caption]

Internet ternyata mengubah karakter Gen Z sampai pada tahap generasi lain tidak habis pikir. Yah, kita memang selalu punya komentar kalau hendak membanding-bandingkan generasi, ambil contoh saja kamu dan orang tua kamu.

Kita selalu merasa generasi orang tua lebih kaku dan so yesterday, sementara mereka pun menganggap kita terlalu bebas sehingga tak dapat diatur.

Nah Gen Z ini karakter utamanya adalah mereka akrab dengan teknologi. Teknologi sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan barang baru lagi. Orly, misalnya, enggak habis pikir lihat mamanya yang saban hari selfie mulu. Norak, pikirnya.

[read_more id="341237"]

Oleh karena telah mengenyam internet sedari kecil, Gen Z menganggap tidak ada batas-batas seperti negara lagi. Mereka menganggap mereka bagian dari warga global. Para tokoh remaja dalam My Generation ini gampang banget pakai bahasa Inggris.

Selain itu, identitas kesukuan, agama, dan gender bukan lagi menjadi hambatan untuk saling mengenal satu sama lain. Orly misalnya yang berwajah oriental, punya proyek tidur dengan banyak pria, dan penganut Bumi datar ini tidak di-judge macam-macam oleh sahabatnya. Intinya, mereka berpikiran lebih terbuka.

Kamu bayangkan coba, dia penganut Bumi datar, dan teman-temannya tak masalah karena itu bagian dari kebebasan berpikir.

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now

Mereka juga acuh tak acuh dengan isu politik—ditandai dengan adegan keempatnya yang buru-buru ganti channel lain saat bosan di kamar, dan oh ya, mereka juga enggak suka nonton TV. Yaiyalah, Youtube Youtube lebih dari TV Boom!

Banyak hal lain tentang Gen Z yang sutradara sekaligus penulis skrip Upi presentasikan dalam film My Generation ini. Yang jelas, kenakalan, atau kita sebut saja pencarian jati diri para remaja dalam film ini sudah berbeda jauh dari pencarian jati diri remaja dalam film Upi sebelumnya, Realita, Cinta dan Rock’n Roll (2006).


My Generation adalah film yang menantang buat generasi lain dan penting untuk ditonton khususnya oleh orang tua. Simak seperti apa kelanjutan review My Generation di halaman sebelah.

Kids Zaman Now vs. The World

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: FHM[/caption]

My Generation adalah film yang menantang, thought-provoking buat generasi lain, terutama para orang tua. Lihat saja komentar-komentar dalam trailer-nya yang bilang film ini enggak bermoral atau sekadar enggak setuju dengan protes remaja Gen Z ini.

Tapi, bukankah film yang menggambarkan kenakalan remaja generasi dulu juga kita anggap enggak bermoral? Ambil saja film Realita, Cinta dan Rock’n Roll tadi dan kalau remajanya mau sedikit lebih tua, seperti film Upi yang lain, Radit dan Jani (2008) yang bakal bikin orang tua konservatif kamu komat-kamit mengucap istighfar.

Jadi benar kata George Orwell di atas bahwa kita menganggap generasi kita lebih bijak daripada generasi setelahnya, Gen Z.

Perbedaan cara pandang inilah yang kemudian memicu konflik antara orang tua dan anak remajanya. Konji misalnya, punya orang tua yang protektif banget. Ayah (Joko Anwar) dan Ibunya (Ira Wibowo) sering ceramah pada Konji bahwa generasi sekarang enggak becus dan enggak religius.

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: BookMyShow[/caption]

Suki juga punya masalah yang mirip, tapi orang tuanya (Surya Saputra dan Aida Nurmala) lebih keras dan menganggap Suki yang anaknya emo banget ini (istilahnya) sudah rusak. Nah, kasus lain ada dalam mama (Indah Kalalo) Orly yang cukup gaul dalam mengikuti perkembangan teknologi anaknya. Tapi ujung-ujungnya, si Orly juga enggak nyaman dengan kelakuan orang tuanya yang norak.

Lho, keras salah, lembut juga salah, jadi Gen Z ini mau didiemin saja begitu? Enggak juga. Ayah (Tyo Pakusadewo) dan ibu (Karina Suwandhi) Zeke justru bersikap dingin dan membiarkan si anak melakukan apa yang ia mau. Hasilnya, Zeke lebih suka mencari tempat yang lebih perhatian.

Konji, Suki, Orly, dan Zeke sama-sama merasa orang tua mereka tak cukup menjadi teman dalam proses pencarian jati diri mereka. Semua itu terjadi karena orang tua mereka tak memahami perubahan zaman.

My Generation menjadi menantang bagi generasi lain karena ia punya banyak cerita tentang karakter Gen Z yang tak kita sangka ternyata berbeda. Seliar apa pun film ini menerabas norma-norma yang berlaku di masyarakat, misalnya pembahasan vulgar tentang vagina dan seks bebas, My Generation menjadi film yang penting ditonton, khususnya orang tua dan milenial lain dalam memahami generasi penerus ini.

[read_more id="345124"]

Sementara itu, bagi Gen Z sendiri, film ini seakan-akan menumpahkan semua isi pikiran serta unek-unek. Relatable af!! (emoticon api), istilahnya. Aktualisasi diri adalah kebutuhan setiap manusia, dan tentunya bagi remaja. Pencarian jati diri menjadi proses yang setiap orang lalui jika ingin tumbuh besar, seberat apa pun masalah yang dihadapi dalam perjalanannya.

Toh, sebaik bagaimanapun kita dalam ukuran standar baik masyarakat Indonesia dan sepaten apa pun orang tua berhasil menjaga anak, masalah akan selalu datang tak terhindarkan. Dan itulah yang membuat kita menjadi lebih dewasa.

Film yang Asik dan Aktor yang Potensial

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: FHM[/caption]

Ini menjadi penting dalam review My Generation ini: sulit untuk menonton film ini jika kita tak membuka pikiran untuk hal-hal baru. Boleh saja tak setuju dengan pesan-pesan di dalamnya, tapi My Generation adalah upaya untuk memotret realitas dan identitas kids zaman now alias Gen Z.

Jika kamu milenial, pasti akan terhenyak betapa signifikan perbedaan milenial dan Gen Z dalam memandang dunia.

Sayangnya dalam review My Generation ini, para remaja yang menjadi representasi Gen Z dalam film ini segmented, hanya kelas atas. Bagi remaja Gen Z lain, terutama yang berada di luar Jakarta, barangkali akan kesulitan untuk relate. Tapi ini pilihan yang masuk akal mengingat merekalah yang pertama kali terpapar modernisasi dari fasilitas yang diberikan orang tuanya.

Review My Generation: Realitas dan Identitas Kids Zaman Now Sumber: BookMyShow[/caption]

Selain itu, My Generation juga terlalu menggurui dalam pesan-pesannya tentang Gen Z. Beberapa kali para tokoh dalam film ini berbicara menjadi narator seperti sedang mengajari orang lain.

Terlepas dari itu, keempat aktor muda dan para aktor senior yang menjadi orang tua patut mendapat apresiasi, terutama Tyo Pakusadewo dan Karina Suwandhi yang sungguh intens dalam ekspresi diamnya memerankan orang tua Zeke.

Baik Konji, Orly, Zeke, hingga Suki, merekalah bintangnya. Keputusan Upi untuk memilih aktor-aktor baru cukup berani. Apalagi mereka belum punya fanbase untuk menarik massa menonton film ini. Tapi, keempatnya terbilang bisa menyampaikan emosinya masing-masing meskipun belum sempurna. Potensi besar ada di depan mata.

[read_more id="344741"]

Sebagai kesimpulan review My Generation ini, dunia akan memasuki era baru ketika milenial menua dan Gen Z mulai dewasa. Ternyata, banyak sekali perbedaan karakter dua generasi yang sekarang menjadi mayoritas populasi dunia ini. Untuk saat ini dan seterusnya, kunci agar kita bisa membantu pencarian jati diri mereka ialah dengan memahami.

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU