Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan!

Beberapa waktu lalu, jagat maya Indonesia sempat dihebohkan dengan pembicaraan soal intellectual property, fan art, dan bootleg. Inilah beberapa fakta soal bootleg dan fan works!

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan!

Beberapa waktu lalu, jagat maya Indonesia sempat dihebohkan dengan pembicaraan soal intellectual property, fan art, dan bootleg. Sebenarnya, ini bukan lagi persoalan definisi, tapi soal etika.

Keributan tiba-tiba terjadi di media sosial pascaperhelatan Mangafest 2017 pada 25-26 November 2017 lalu. Bermula dari perdebatan soal fan art dan bootleg, perdebatan akhirnya merambat sampai ke ranah intellectual property.

Pada tanggal 2 Desember 2017 lalu, seorang kreator senior mengungkapkan opininya soal karya orisinil, fan art, dan bootleg. Sayangnya, karena pendapat yang diunggah di akun pribadinya itu ambigu, banyak pihak yang salah tafsir terhadap pernyataan sang kreator.

Inti persoalannya: sang kreator senior dianggap menyetarakan derajat fan art dan bootleg, padahal dari segi teknis keduanya punya fundamental yang berbeda.

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Mangafest 2017, Asal-Muasal Terjadinya Keributan Soal IP di Dunia Maya. Sumber: target="_blank" >Youtube[/caption]

Pernyataan ini sontak mengundang kritikan pedas dari sejumlah pihak, khususnya ilustrator yang sering berkecimpung membuat fan art. Sang kreator pun dianggap congkak karena dianggap terlalu mendewa-dewakan karya orisinilnya yang sudah berada di puncak ketenaran.

Akhirnya, persoalan ini pun menjadi drama dan viral di media sosial hanya dalam hitungan jam. Hingga saat ini, meskipun sang kreator senior telah memberikan klarifikasinya secara lengkap dan detail, namun masih ada sejumlah pihak yang merasa "sakit hati" akibat pernyataannya.

Kita tidak akan membahas lebih jauh tentang bagaimana gejolak ini akan berlanjut, namun kita akan membahas intellectual property, fan art, dan bootleg dari segi etika dan teknisnya. Asumsikan kita tidak pernah mengenal ketiganya, lantas apa yang harus kita lakukan?

Berikut ulasannya:

[page_break no="1" title="Mengingatkan Sedikit tentang Intellectual Property, Fan Art, dan Bootleg"]

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Sumber: UCLA[/caption]

Sebelum kita lebih jauh membahas soal etika dan teknis, ada baiknya kita mengingat kembali definisi dari ketiganya, agar pemahaman kita tidak bercampur aduk di kemudian hari.

[duniaku_baca_juga]

Kita mulai dari intellectual property. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), intellectual property adalah hasil kreasi yang berasal dari pemikiran sendiri, seperti penemuan, literasi, karya seni, desain, logo, gambar, dan simbol yang digunakan untuk keperluan komersial.

Singkatnya, intellectual property adalah karya orisinil yang dibuat berdasarkan pemikiran sendiri.

Tenang, tenang. Kita baru membahas definisinya. Tentu ada teman-teman yang penasaran, apakah mungkin membuat karya yang 100% orisinil? Bahasan ini akan dibahas pada artikel yang berbeda. Coming soon.

Selanjutnya, fan art. Menurut Urban Dictionary, fan art mempunyai definisi sebagai hasil karya yang menggunakan atau meminjam karakter dari judul-judul yang sudah terkenal, seperti film, komik, atau gim.

Perlu diketahui bahwa fan art ini hanyalah salah satu dari jenis fan works lainnya, seperti fan fiction atau fan film. Konsepnya sama, tetapi platform-nya berbeda.

Yang terakhir, bootleg. Menurut Urban Dictionary, bootleg ini sebenarnya berasal dari istilah yang digunakan untuk unofficial remix dari lagu yang telah dirilis. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, istilah bootleg digunakan untuk produk-produk bajakan yang dijual tanpa seizin pemilik aslinya.

[read_more id="349778"]

Nah, sampai di sini kira-kira bisa kita pahami, ya. Singkatnya, ketiganya punya fundamental yang berbeda, tidak sama antara satu sama lain. Jadi, terasa tidak pas jika kita menyamakan fan art dengan bootleg, apalagi dengan intellectual property.


Mari kita berlanjut ke bahasan berikutnya yang jauh lebih seru.

[page_break no="2" title="Urusan Jualan dan Etikanya"]

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Suasana "Bisnis" di Sebuah Konvensi Kreatif. Sumber: Manga.Tokyo[/caption]

Kita mulai masuk ke ranah jualan. Sebab, permasalahan yang ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu tak jauh dari persoalan tentang dagang.

Untuk intellectual property, kita tidak perlu membahasnya secara detail, sebab intellectual property berarti karya orisinil yang dibuat langsung oleh sang kreator. Sehingga, hak-hak dagang maupun modifikasinya dipegang absolut oleh si kreator.

Nah, kalau beralih ke persoalan menjual fan art, bahasannya menjadi agak tricky. Sebab, hal pertama yang harus kita pahami adalah kita mau menjual sesuatu yang sebenarnya milik orang lain.

[duniaku_baca_juga]

Secara formal, upaya paling minimal yang bisa kita lakukan untuk menjual fan art adalah meminta izin ke artist yang bersangkutan, apalagi jika art yang kita buat ternyata dilindungi secara ketat oleh copyright. Bisa-bisa kita berurusan dengan hukum.

Di luar negeri, fan art diperlakukan sangat serius, bahkan dilarang oleh konvensi-konvensi ternama. Bahkan, menurut Chris Oatley, desainer karakter Disney, mengatakan bahwa ada konvensi yang menganggap fan art sama sekali ilegal walaupun hanya sebagai pajangan.

Di Indonesia, peraturannya mungkin belum seketat di Barat, tetapi solusi yang paling aman adalah tetap meminta izin kepada kreator yang memegang intellectual property. Katakanlah kita mau membuat fan art Grey dan Jingga, minimal mintalah izin ke Sweta Kartika selaku kreator orisinil judul terkait.

Proses ini juga akan melatih para fan artist untuk bersikap lebih formal terhadap sesama kreator dan membangun lingkungan berkarya yang lebih profesional, apalagi jika kamu memertimbangkan mau serius di bidang fan art komersial.

Lantas bagaimana jika pihak yang akan dimintai izin ternyata tinggal di luar negeri? Katakanlah kita mau membuat fan art Dragon Ball untuk dijual atau dipamerkan di konvesi berkelas internasional, bagaimana caranya kita meminta izin kepada Akira Toriyama?

[read_more id="352065"]

Ini juga agak sulit untuk dibahas karena tidak mungkin semua orang punya akses ke kreator "raksasa" seperti Akira Toriyama dan teman-temannya. Jika tidak ada lisensi semacam fair use atau free-for-commercial, satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah meminta tolong kepada pihak yang punya akses.

Dalam hal ini, BEKRAF sebagai badan kreatif di Indonesia perlu menyediakan program untuk mengontak para kreator ternama di luar negeri. Sehingga, apabila ada fan artist yang ingin menjual fan art dari kreator luar negeri, BEKRAF bisa menjembatani komunikasinya.

Tetapi, para fan artist juga harus siap dengan konsekuensinya jika program ini terealisasi, sebab kamu mungkin akan dimintai royalti dari setiap penjualan yang terjadi. Setiap profesionalisme dituntut untuk punya tanggung jawab lebih, bukan begitu? :)

[page_break no="3" title="Jadi, Fan Art dan Bootleg Bedanya Di Mana?"]

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Sumber: morenews.pk[/caption]

Kita akan sedikit kembali ke sini, mengingat pasti ada beberapa pihak yang masih kurang puas dengan penjelasan di atas.

Jika disimpulkan dari definisi yang telah dipaparkan di subbab sebelumnya, perbedaan fan art dan bootleg yang paling mencolok adalah di teknis pembuatannya.

Fan art dibuat dengan usaha sendiri, yang artinya kita membuat produk orang lain dengan style khas kita sendiri.

Sementara bootleg, jika ditilik dari definisi yang dipahami oleh orang Indonesia, dibuat dengan cara copy dan paste dari sumber-sumber yang mudah ditemukan. Contoh: Google Images.

Fan art, sebagaimana penjelasan di subbab sebelumnya, bisa menjadi legal apabila kita mau bersikap profesional dengan melakukan izin terhadap kreator pemegang intellectual property.

[read_more id="328604"]

Bootleg, di sisi lain, adalah barang bajakan yang dibuat tanpa seizin pemegang intellectual property, sehingga posisi bootleg pada dasarnya adalah ilegal. 

Persamaan dari keduanya pada dasarnya hanya satu: keduanya menggunakan material milik orang lain. Itu saja.


Sampai di sini, sudah jelas ya perbedaan antara fan art dan bootleg? Lanjuuut ...

[page_break no="4" title="Bikin Ide Sendiri Memang Susah, Tetapi ..."]

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Memikirkan Ide Baru Tak Semudah Kelihatannya. Sumber: Glamour[/caption]

Kita harus memaklumi kenapa ada orang yang tidak menciptakan karya atau produk orisinil. Sebab, menjadi inovator itu melelahkan. Kita perlu memikirkan ide baru setiap harinya. Sementara itu, tidak semua orang memiliki kapasitas yang sama untuk memikirkan ide baru.

Fan works adalah bukti dari kenyataan tersebut. Tidak semua orang punya waktu untuk membuat ide baru. Ada banyak orang yang hanya ingin membuktikan diri lewat kemampuannya memodifikasi gambar atau karya.

Bukan berarti fan artist tidak mau membuat karya sendiri, lho. Hanya saja, memikirkan ide yang orisinil itu jauh lebih memakan banyak energi, waktu, dan pikiran ketimbang membuat ulang karya orang dengan style sendiri.

[read_more id="352094"]

Lantas, bagaimana caranya agar fan artist bisa memiliki judul atau intellectual property sendiri?

Solusi yang paling kongkret adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak yang kelebihan ide. Hal ini juga dilakukan oleh kreator-kreator di Jepang, lho.

Salah satu contohnya adalah Ajin. Komik tentang konspirasi politik antar demi-human ini awalnya dikonsepkan oleh dua orang, yakni Tsuina Miura selaku penulis dan Gamon Sakurai selaku ilustrator.

Contoh lainnya adalah One Punch Man. Komik tentang superhero botak yang overpowered ini ide asalnya dipegang oleh ONE, tetapi ilustrasinya sekarang dikerjakan oleh Yuusuke Murata.

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! One Punch Man dan Ajin, Dua Komik yang Kreatornya Lebih dari Satu Orang[/caption]

Sebagaimana yang kita ketahui, Yuusuke Murata ini lebih sering bekerja dengan orang ketimbang membuat ide sendiri. Bahkan, ia juga pernah membuat poster Spiderman: Homecoming untuk promosi di Jepang.

Nah, dari Abang Yuusuke Murata ini para fan artist bisa belajar bahwa untuk menciptakan ide orisinil, kamu tidak perlu berdiri sendiri. Ajak rekanmu, bekerjasamalah.

Bikin ide sendiri memang susah, tetapi bisa diakali. ;)

[page_break no="5" title="Jangan Kabur Dulu, Ini Penting!"]

Ribut Soal Karya Ori, Fanart, dan Bootleg, Faktanya Mengejutkan! Kolaborasi Memudahkan Pekerjaan, Mengembangkan Kemampuan[/caption]

Poin ini penting karena kita sudah masuk ke kesimpulan.

Kesimpulan dari artikel ini adalah perlunya kepekaan dan kedewasaan dari semua pihak yang berkaitan dengan dunia kreatif lokal.

[read_more id="349778"]

Jika kita menginginkan industri kreatif berkembang, tentu kita juga harus mengubah satu atau dua kebiasaan yang bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Juga, kita harus bisa menahan diri dari sikap-sikap yang bisa menimbulkan gesekan antarsesama kreator.

Masalah seperti ini justru menjadi saksi bahwa industri kreatif Indonesia semakin hari semakin besar. Jangan dirusak dengan sikap saling sikut.

Bimbing yang belum paham, rangkul yang sudah berkembang, temani yang kurang gagasan.

Menutup artikel ini, mari kita renungkan nasihat Walikota Bandung periode 2013-2018, Ridwan Kamil, "Perbanyak kolaborasi, kurangi berkompetisi."

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU