Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

Penyuka kucing pokoknya wajib menonton dokumenter ini deh!

Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

Sebagai debut dari sutradara Ceyda Torun, Kedi (2016) merupakan sebuah film dokumenter "feel-good" yang tidak hanya inspiratif, edukatif, dan emosional, namun juga bagaikan sebuah surat cinta untuk hewan mungil yang paling indah nan misterius di muka Bumi ini: Kucing.

Bagi para netizen yang "mendalami" dunia meme, mungkin sudah tidak asing dengan sosok Tombili, ia adalah seekor kucing liar asal Istanbul yang menjadi populer setelah foto dirinya tengah bersandar di pinggir trotoar tersebar di internet.

[duniaku_baca_juga]

Posenya yang ikonik serta tampangnya yang sangat santai itu membuatnya mendapatkan banyak fans dari seluruh dunia, bahkan ada yang rela datang ke Istanbul hanya untuk menemuinya.

Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

Namun, di tengah-tengah kepopulerannya yang meroket, Tombili menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 1 Agustus 2016 lalu.

Merasa masih tak rela akan kepergian sang kucing dan ingin memberikan penghormatan terakhir, penduduk Istanbul membangun sebuah patung perunggu Tombili, lengkap dengan pose ikoniknya di tempat ia bersender di foto yang sekarang sudah menjadi legendaris itu.

Kisah emosional antara mendiang Tombili dan penduduk kota Istanbul itu hanyalah salah satu dari sekian banyak cerita manis nan emosional antara manusia dengan kucing-kucing di kota tersebut, yang mana kemudian diabadikan oleh filmmaker Ceyda Torun lewat film dokumenter debutnya yang menawan yaitu Kedi.

[read_more id="363438"]

Dengan durasi 78 menit, Kedi tidak pernah terasa seperti sebuah "cat video" (istilah untuk video-video yang memperlihatkan kucing-kucing bertingkah jenaka) yang dipanjang-panjangkan, namun di tangan Torun dokumenter ini memperlihatkan sebuah sisi lain antara kehidupan sang hewan licik tersebut dengan manusia di sekitarnya, sisi yang jauh lebih intim dan di luar dugaan cukup emosional.

Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

[duniaku_adsense]

Sebagian besar orang-orang mungkin beranggapan bahwa dokumenter tentang makhluk hidup itu cukup membosankan dan terlewat menggurui, terutama bila yang menjadi narasumber utamanya adalah ilmuwan-ilmuwan dan akademisi yang asyik sendiri membahas hal-hal ilmiah yang cukup kompleks.

Di Kedi, Torun tidak memperdulikan aspek-aspek di atas, namun yang ia fokuskan adalah persahabatan antara manusia dengan kucing. Semua orang yang diwawancari oleh Torun di Kedi hanyalah penduduk biasa yang menjalani kehidupan mereka seperti biasa, yang kebetulan ditemani oleh para kucing.

Di salah satu segmen yang menyentuh, Torun mewawancarai seorang seniman wanita yang mengagumi postur elegan dan feminim dari kucing-kucing yang ditemuinya, sesuatu yang tak pernah hilang semenjak pertama kali kucing "turun ke dunia", sementara seiring waktu dirinya mulai merasa bahwa kaum wanita di Istanbul mulai kehilangan ke-eleganan layaknya kucing-kucing tersebut.

Review Kedi (2016): Hiruk Pikuk Kehidupan Kota Istanbul di Mata para Kucing

Ada juga kisah seorang pria yang sempat mengalami depresi beberapa tahun yang lalu, namun perlahan-lahan mulai menemukan kembali dirinya setelah menghabiskan waktu dengan memberi makan kucing-kucing yang ia temui di jalan-jalan kota Istanbul.

Namun di satu sisi, banyaknya bangunan-bangunan rumah dan pasar yang digusur oleh pemerintah agar bisa membangun gedung-gedung tinggi juga mulai meresahkan warga.

Para warga tidak hanya mengkhawatirkan resiko ini terhadap kehidupan sehari-hari dan bisnis mereka, namun juga mengkhawatirkan kucing-kucing yang akan kehilangan tempat tinggal mereka.

Inilah yang membuat Kedi terasa unik, memang fokusnya pada kucing, tapi sesungguhnya film ini menunjukkan sebuah potret kehidupan di kota Istanbul. Baik itu komunitas-komunitas masyarakat, keindahan kulturalnya, atau kemegahan arsitekturnya yang perlahan-lahan mulai digilas habis seiring berjalannya waktu.

Menonton dokumenter ini lebih dari sekedar terapi psikis dengan melihat tingkah laku kucing-kucing yang menggemaskan, namun juga membuka mata kita tentang bagaimana pengaruh hubungan antara manusia dan hewan -spesifiknya kucing- bisa begitu dalam hingga masuk ke bahasan yang lebih kompleks lagi, seperti perkembangan sosio-kultural.

Ada kesan tulus yang sangat kuat dipancarkan oleh Torun lewat film dokumenter Kedi ini. Tiap menitnya, kita merasakan bahwa dokumenter ini benar-benar dibuat dengan penuh passion, mampu membuat kita hanyut dalam momen demi momennnya.

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU