Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Pacific Rim: Uprising hambar, dangkal, dan kurang bergaya. Pertarungan Jaeger versus Kaiju di Hong Kong dalam film pertama masih belum ada lawannya!

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Sekuel dari Pacific Rim (2012) ini hambar, dangkal, dan kurang bergaya. John Boyega membuatnya menarik lewat keberadannya yang kharismatik. Simak review Pacific Rim Uprising berikut ini.

Sinopsis

Sepuluh tahun berlalu sejak kejadian di Pacific Rim pertama (Guillermo del Toro, 2012), dunia mulai berbenah. Beragam kota mulai diperbaiki. Namun, di antara kekacauan yang masih belum sembuh, hiduplah Jake Pentecost, si penyeludup barang-barang curian.

Jake adalah anak anak dari Stacker Pentecost (Idris Elba) yang mengorbankan dirinya untuk menutup celah masuknya Kaiju ke dunia manusia di film pertama. Berbeda dari ayahnya yang dihormati, Jake ini degil. Jake kemudian bertemu dengan Amara Namani (Cailee Spaeny) yang membangun Jaeger mungil dari barang bekas.

Keduanya diserahkan ke pangkalan militer untuk bertugas. Masalah kemudian datang karena ada Jaeger nakal yang tiba-tiba menyerang. Selagi menginvestigasi misteri tersebut, celah masuknya Kaiju kembali terbuka.

Profil Singkat Pacific Rim

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Bagi yang baru menonton Pacific Rim, waralaba ini sebelumnya dibuat tahun 2012 dengan nama Pacific Rim. Sutradara Guillermo del Toro (yang baru saja memenangi Oscar lewat The Shape of Water) membikin film tersebut sebagai surat cinta atas kekagumannya terhadap monster.

Pacific Rim sejatinya memang sebuah tribute bagi film monster. Del Toro mengambil banyak referensi monster, terutama dari Jepang. Kaiju sendiri diambil dari bahasa Jepang yang berarti binatang buas. Kaiju dalam Pacific Rim datang dari celah di dasar Samudera Pasifik.

Untuk melawannya, manusia menciptakan Jaeger yang dalam bahasa Jerman berarti pemburu. Jaeger adalah robot petarung raksasa yang bersenjatakan teknologi paling mumpuni umat manusia. Jaeger ini terinspirasi dari anime mecha seperti Gundam hingga tokusastu seperti Ultraman.

Jika belum menonton film pertama, kamu tidak perlu khawatir sebab dalam Pacific Rim Uprising, beberapa menit pertama dihabiskan untuk mengilustrasikan kejadian di film sebelumnya. Jadi jangan ketinggalan!

Kisah Keluarga Pentecost

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Kisah Pacific Rim Uprising terhadap pendahulunya Pacific Rim ini bisa dibandingkan dengan kisah Jake terhadap ayahnya, Stacker. Jake hidup dalam bayang-bayang kepahlawanan sang ayah, pun begitu juga Uprising yang selalu dibandingkan dengan film originalnya. Saking heroiknya Stacker, orang-orang yang mengetahui nama belakang Jake adalah Pentecost langsung bergidik.

Jake kewalahan dan tertekan karena menganggung nama besar ayahnya. Oleh karena itu ia ogah disama-samakan dengan Stacker. Meskipun begitu, Jake punya karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan ayahnya; keduanya sama-sama kharismatik dan jago berpidato.

Siapa yang masih ingat pidato menggugah Stacker di Pacific Rim pertama? Pidatonya itu mampu membakar semangat para pilot Jaeger, begitu juga semangat penonton. Semua itu tidak akan terjadi tanpa kharisma aktor Idris Elba.

John Boyega juga punya kharisma yang tidak jauh beda dengan Elba. Meskipun pidatonya lebih singkat (karena mesti buru-buru), tapi cukup untuk mengubah nada film, agar penonton bersiap-siap memasuki laga pamungkas.

Pacific Rim Uprising punya banyak kelemahan, yang akan kita bahas selanjutnya. Namun, tokoh Jake Pentecost yang diperankan Boyega berdiri paling tegak di antara yang lain. Auranya berwibawa sekaligus menawan, baik saat dia berpidato maupun melempar lelucon-lelucon receh.

Karakter lain tak mampu mengimbangi keberadaan Boyega sehingga jadi tampak membosankan. Mako Mori (Rinko Kikuchi) tampak menarik, tetapi itu pun karena ia merupakan karakter lama. Beberapa karakter pendukung seperti Namani dan pasangan pilot Gipsy Avenger, Nate Lambert (Scott Eastwood), serta sejumlah kadet yang berasal dari beragam ras tampak menjemukan. Paling hanya Jing Tian yang berhasil mencuri perhatian berkat pesonanya.

Selain itu, faktor lain mengapa tokoh-tokoh pendukungnya membosankan semua karena film tidak banyak memberi tempat untuk mereka. Karakter Jing Tian tidak banyak digali emosinya; film hanya terus-terusan memperlihatkan wajahnya lebih lama tanpa sesuatu yang berarti. Karakter Nate dangkal karena kisah cinta segitiga ia, Jake, dan seorang teknisi hanya sekadar numpang lewat tanpa benar-benar dianggap serius.


Dibandingkan film pertama, Pacific Rim Uprising ini terasa hambar dan kurang greget. Simak mengapa di halaman sebelah.

Jaeger dan Kaiju yang Kurang Bergaya

 

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Jika dibandingkan dengan pendahulunya, Pacific Rim Uprising ini terasa hambar dan kurang bergaya. Pacific Rim pun bukannya tanpa cela; banyak momen-momen klise dan plot yang generik menjadi beberapa dari poin kritikannya. Akan tetapi, ia punya momen berkesan yang akan selalu diingat oleh baik penonton kasual atau penggemarnya sendiri.

Momen paling berkesan Pacific Rim adalah ketika Jaeger utamanya, Gipsy Danger bertarung melawan sejumlah Kaiju di Hong Kong. Salah satunya Kaiju yang bisa terbang, Otachi. Secara kekuatan, Kaiju ini kalah dibandingkan Gipsy Danger, namun ia lincah dan punya sayap.

Untuk mengatasi kelemahannya sendiri, Gipsy Danger melakukan sejumlah manuver menarik. Pacific Rim punya banyak gaya dalam hal-hal seperti ini sehingga mampu membuat penonton berdecak kagum. Pada momen inilah terdapat adegan Gipsy Danger menggunakan kapal kargo sebagai pemukul. Keren dan badass!

Sementara itu Pacific Rim Uprising tidak punya momen-momen tersebut. Lewat trailer-nya, kita sebenarnya sudah disuguhi oleh sebagian besar manuver-manuver para Jaeger-nya, namun tidak ada yang menempel di ingatan.

Alasan mengapa film ini begitu hambar bisa ditelaah lebih lanjut. Secara plot, baik film pertama dan film kedua ini sama-sama generik dan klise. Namun perbedaannya, film pertama menyediakan banyak waktu untuk mengenal Jaeger dan Kaiju.

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Kaiju dalam film pertama diperkenalkan dengan sejumlah keunikannya masing-masing, seperti Otachi yang cerdas dan bisa terbang. Ada juga Slattern yang berkepala seperti ikan hiu kepala martil dengan ekornya yang menyengat listrik.

Pacific Rim Uprising juga punya Kaiju yang unik, seperti Raijin. Ia mampu menyerap serangan dan menggunakan energinya untuk menyerang balik. Kaiju lain seperti Hakuja mampu mengubur dirinya sendiri di dalam tanah.

Namun, film ini tidak pernah benar-benar memaksimalkan potensi para monsternya. Singkatnya, Pacific Rim Uprising tidak mengapresiasi Kaiju-nya sendiri. Seperti yang telah saya bilang sebelumnya, Pacific Rim merupakan ode to monster movies, sementara Pacific Rim Uprising terlihat menganggap Kaiju hanya sebagai monster untuk dikalahkan.

Sama halnya dengan Kaiju, film ini tampaknya tak pernah berniat mengelaborasi keunggulan para Jaeger. Gipsy Danger di film pertama unik karena ia adalah Jaeger tua. Ia tidak segesit Striker Eureka atau sekuat Cherno Alpha. Kelemahannya dalam spesialisasi tertentu ditutupi oleh manuver-manuvernya yang membutuhkan skill pilot mumpuni.

Semakin banyak manuver, semakin seru.

Lihat kembali dalam video Gipsy Danger vs. Otachi di atas, lalu lompat ke menit 4:11. Guillermo del Toro mengapresiasi senjata chain sword dengan sebuah slow motion dan pose bergaya Gipsy Danger.

Hal itulah alasan mengapa adegan tempur dalam Uprising kurang berkesan. Ia tidak memperkenalkan sesuatu yang baru, pun juga kalah brutal dibanding pendahulunya.

Review Pacific Rim Uprising: Hambar dan Kurang Bergaya

Meskipun seperti itu, adegan tempur Uprising bukannya tidak dapat dinikmati. Ia masih cukup menghibur dan enak dilihat oleh mata. Apalagi Uprising ini mengambil waktu di siang hari, sementara Pacific Rim gelap-gelapan di malam hari. Adegan tarungnya jadi lebih jelas terlihat.

Pada akhirnya, Pacific Rim Uprising masih cukup layak ditonton untuk kamu yang ingin menyaksikan laga menghibur robot vs. monster. Secara visual ia lebih unggul, meskipun kurang bergaya.


Demikianlah review Pacific Rim: Uprising dari Duniaku.net. Bagaimana filmnya menurutmu? Sampaikan di kolom komentar, ya!

Diedit oleh Fachrul Razi

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU