Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Wajib baca, wajib tonton.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Ada masanya film seperti 5 Centimeters per Second menggugah hati penontonnya sedari tahun 2007. Bukan karena ia animasi gambar cantik semata, namun ia bekerja sebagai pengantar pesan Makoto Shinkai untuk dibagikan di layar lebar. Anime terbaik bukanlah anime yang menghibur, sama halnya dengan film Shikioriori.

Proyek kolaborasi studio Haoliners dan CoMix Wave Films ini sudah tayang secara global di tanggal 4 Agustus 2018 melalui media streaming film Netflix. Di tanggal yang sama juga, film ini tayang di bioskop-bioskop Jepang.

Isi dalamnya? Film yang memiliki judul edisi internasional Flavors of Youth tersebut adalah sebuah antologi berisi tiga film yang sepintas berbeda; Tiga film pendek tersebut berjudul Hidamari no Chosoku (A Breakfast of Sunflowers), Chiisana Fashion Show (A Little Fashion Show), dan Shanghai Koi (Shanghai Love).

Yang membuatnya semakin menarik ialah ketiga film ini bertempat di lokasi yang berbeda-beda, tapi memiliki suatu kesamaan yang samar. Tentu secara keseluruhan proyek ambisius ini disutradarai oleh Li Haoling, presiden studio Haoliners.

Namun, Sunny Breakfast dan A Small Fashion Show digarap oleh Jiaoshou Yi Xiaoxing/Joshua Yi yang merupakan seorang sutradara film live action dalam debutnya menyutradarai  sebuah proyek anime, dan Yoshitaka Takeuchi, kepala 3DCG proyek-proyek film Makoto Shinkai.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Review film Shikioriori tentu akan dibagi tiga, karena ia adalah sebuah proyek antologi dengan tentunya sebuah kesimpulan yang ditarik berdasarkan penilaian ketiga film tersebut.

Halaman 2 akan membahas spesifik tentang A Breakfast of Sunflowers, halaman 3 akan membahas tentang A Little Fashion Show dan halaman 4 akan mengulas tentang Shanghai Love. Tidak mungkin rasanya film ini bisa dinilai secara utuh hanya dengan menonton epilognya saja.

Apakah cocok rasanya kalau antologi ini dibandingkan dengan Kimi no Na Wa (Your Name)? Salah besar, apalagi ketika salah satu segmennya terinspirasi oleh 5 Centimeters per Second.

Sebagai sebuah film drama yang tidak terkungkung pada formula drama remaja, tiga kisah ini memiliki keunggulan lebih dari Your Name.

Apa yang membuat ketiga film ini sebagus itu? Simak di halaman sebelah!

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Bagian pertama dari film Shikioriori, A Breakfast of Sunflowers bercerita tentang kaleidoskop kehidupan seorang karyawan di Beijing melalui semangkuk bihun.

Xiao Ming, lelaki tersebut tumbuh dewasa bersama bihun Sanxiang dan setiap mangkuk yang ia habiskan ikut bercerita bersamanya. Dari kedai pertama tempat ia makan bersama neneknya hingga hambarnya waralaba kedai mi perkotaan.

Kekayaan rasa bihun Sanxiang yang ia rasakan di kampung halaman terkomunikasi dengan tepat melalui penyajian visualnya yang menggugah selera.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Pilihan Joshua Yi untuk berbicara melalui monolog Taito Ban sebagai Xiao Ming juga menjadi pendukung bagi kita untuk mengapresiasi perjalanan hidup Xiao Ming sampai sekembalinya lelaki itu ke kampung halamannya.

Tidak ayal, semakin ia beranjak dewasa, semakin signifikan pula kedai bihun Sanxiang pertamanya menjadi hal yang vital di dalam membangun emosi kita untuk menghadapi kehilangan hebat yang dialami lelaki tersebut.

Tidak banyak yang kita dengar dalam film ini selain dari Xiao Ming yang terus saja bercerita tentang pengalaman kulinernya. Tapi hal ini juga merupakan sebuah bagian yang brilian ketika kita menyadari, melalui makanan tersebut ia juga menumpahkan keluh kesahnya.

Apakah film yang kerap berbicara pasti identik dengan penjelasan panjang lebar bocoran plotnya? Tidak dengan bagian pertama film Shikioriori ini.

Di halaman selanjutnya, kamu akan menemukan ulasan A Little Fashion Show, paruh kedua film Shikioriori!

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Bagian yang disutradarai oleh kepala 3DCG film-film Makoto Shinkai, Yoshitaka Takeuchi ini bercerita tentang sebuah kisah manis kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya melalui pakaian.

Ketika paruh pertama film Shikioriori berkomunikasi dengan penontonnya melalui semangkuk bihun, lantas bagian ini juga tidak serta merta meniru mentah-mentah metode bercerita Joshua Yi. Malah Takeuchi lebih berminat untuk bercerita langsung melalui karir model sang kakak.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

A Little Fashion Show yang manis berfungsi sebagai rehat sejenak dari beban emosi A Breakfast of Sunflowers, dengan menyajikan jauh lebih banyak interaksi antar tokoh yang memudahkan kita untuk mengerti bagaimana kegundahan Yi Lin, sang kakak dalam mempertahankan hal terutama dalam hidupnya: Lulu, sang adik.

Tentu, konflik yang terjadi di dalam film ini muncul akibat hal yang sederhana saat Yi Lin bahkan lupa untuk melihat di sekelilingnya, bahkan terhadap Lulu. Tapi hal tersebut tentu akan membuat tokohnya menjadi dua dimensi semata kalau Yi Lin tidak memandang masalahnya secara utuh dalam kepribadiannya sendiri.

Minako Kotobuki sukses menyampaikan kecerobohan Yi Lin melalui talenta suaranya dan tentunya Haruka Shiraishi pun pantas memerankan Lulu yang khawatir akan terjerumusnya sang kakak.

Secara keseluruhan, bagian ini seolah memang dikondisikan untuk menyiapkan penontonnya dalam alur emosi yang kencang di paruh akhir film Shikioriori.

Apa hal istimewa yang terjadi di segmen terakhir film ini? Temukan jawabannya di halaman sebelah!

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Bagian terakhir dari film Shikioriori, Shanghai Love jelas sekali merupakan surat cinta Li Haoling bagi salah satu karya terbaik Makoto Shinkai yang membuatnya menjadi sineas paling diingat dalam film anime!

Tidak heran rasanya kalau Li Haoling mendekati seorang produser di CoMix Wave Films untuk mewujudkan ide ‘5 Centimeters Per Second, tapi di China’. Sebagai presiden Haoliners, Li Haoling turun tangan sendiri untuk mengarahkan Shanghai Love.

Pengaruh karya besar Makoto Shinkai itu nyaris tersebar ke seluruh bagian dari film ini. Kisah cinta yang berlalu pada dua dari tiga sahabat yang hidup di Shanghai itu memiliki tema ketiga yang tidak kalah pentingnya dengan dua film sebelumnya: ‘Rumah’.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Sudah bukan rahasia kalau Li Mo, sang tokoh utama jatuh hati dengan Xiao Yu. Bahkan orang ketiga dari pertemanan itu, Pan, juga mengakuinya, mendukungnya malah. Ketika sebuah kesalahpahaman fatal mengakibatkan hubungan tersebut tidak terwujud, lantas apakah ia lari dari kenyataan?

Jawabannya adalah iya, kalau kita hanya menonton sebagian dari segmen ini. Kepindahannya dari kawasan Shikumen yang mewarnai Shanghai ke sebuah apartemen yang steril pun juga mewarnai kepahitan yang ia alami akibat sebuah kesalahan fatal yang bahkan tidak ia sadari sampai akhir film.

Sekali lagi, film ini merupakan surat cinta untuk 5 Centimeters per Second. Lancang rasanya kalau sebuah surat cinta dimaknai sebagai sebuah jiplakan, dan Shanghai Love sangat menyadari niatnya melalui presentasi film tersebut.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Melalui sebuah kaset berisikan pesan terakhir Xiao Yu, ada banyak skenario yang bisa menjatuhkan film ini ke sebuah klise yang membosankan, tapi tidak untuk Shanghai Love. Jelas sekali kalau segmen ini merupakan menu utama yang disajikan oleh Li Haoling sebelum epilog yang hangat dari ketiga sutradara.

Untuk mengetahui hal di balik kaset tersebut di atas hanya bisa diceritakan kalau kamu menonton filmnya. Dampak emosinya tidak akan setara kalau diceritakan langsung di sini.

Setelah tiga film ini dikupas rinci, bagaimana kesimpulan terakhir dan penilaian utama atas film ini? Simak di halaman terakhir!

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Pepatah mandarin yang menyatukan ketiga film ini, yī shí zhù xíng (Pakaian, Makanan, Rumah, Kendaraan) menjadi pesan utama yang menyatakan seberapa besar kebutuhan dasar ini berdampak dalam hidup mereka.

Tidak mungkin Xiao Ming merasa hambar saat memakan mi yang digemarinya tanpa dihantui masa lalunya, tidak mungkin Yi Lin juga menyerah di tengah jalan sekalinya ia disalip sekejap oleh seorang model baru, dan tidak mungkin pula Li Mo mati-matian menyimpan rahasia yang akan berbalik menyerang fatal di kemudian hari.

Review Film Shikioriori: Tiga Kisah yang Penuh Makna!

Arahan Jiaoshou Yi Xiaoxing, Yoshitaka Takeuchi, dan Li Haoling tentu memiliki nuansa yang beragam. Akan tetapi tim di balik mereka seolah menjadi perekat ketiga film ini dalam menunjukkan atmosfer yang sama.

Manipulasi latar belakang yang indah khas CoMix Wave Films di dalam film arahan Makoto Shinkai sebelumnya pun memberi sentuhan fantasi di dalam lingkungan yang nyata dan ada di sekitar kita. Dan atmosfer ini juga yang dikejar oleh Haoliners.

Yang terutama, ketika hal tersebut tidak mengganggu pesan yang ingin disampaikan, maka medium anime sudah layak disandingkan dengan film live-action sekalipun.

Tidak dibesar-besarkan rasanya kalau 9/10 adalah nilai yang sesuai di sini.  Haoliners dan Comix Wave Films membantah mentah-mentah persepsi kalau Anime tidak ada gunanya sekali mengimitasi kehidupan nyata di balik kamera!

Diedit oleh Doni Jaelani

Artikel terkait

ARTIKEL TERBARU